kring.......kring.......kring.......kring......., ,alarm hp bunyi jam 4 wibb, mata masih ngantuk, tp harus bangun, coz ba'da subuh harus berangkat ke bandara. yah terpaksa deh mandi pagi2, padahal hidung ga bisa kompormi sama yang udara lembab dan dingin, alhasil jadi flu berat, sampe di jakarta pun masih flu berat, terpaksa cari habbatusauda' biar flu jadi reda. o ya ini merupakan perjalanan pertama ku ke jakarta, yah dasar udik ga pernah naek pesawat, sebelum berangkat bawaanya mules melulu, berangkat dari pekanbaru pake riau airline jam 7.30 sampe di bandara sukarno hatta jam 10.40. nyampe di sana nggu jemputan dari panitia KMII,
tp jemputan ga datang2, akhirnya pada nongkrong di tepi jalan. tiba2 berhenti mobil kijang innova, ternyata nenek2 mo tanya tempat,"dek jalur 3 dimana dek? kata nenek tersebut. dengan percara diri temanku jawab,"nenek jalan lurus terus sampai bengkolan, trus berhenti di situ, trus tanya deh ma orang yang duduk di situ". kami semua tertawa terbahak2, "bang rahmat, bang rahmat, kalo ga tau ga usah di jawab, ne bikin orang ngarep aja" celetuk salah satu dr kami. ga lama sudah tu datang orang tua dengan pedenya bertanya:"gmana kabar sumbar dek?",kami heran,kabar sumbar? apa hubunganya?, "wah itu ga tau kami pak?". "o...o...tak kirain tadi relawan yang baru pulang dari sumbar,he he he maf ya dek, habis tampang kalian tampang relawan sih" bapak itu pun berlalu.
jam sudah menunjukkan jam 14.15 tapi tanda2 kemunculan jemputan belum kelihatan. "akhi telp dong panitia kapan ne di jemput" pinta ku kepada ketua rombongan si mastori, maklum badan udah banjir keringat pokoke udah gerah lah. "di telpn supirnya katanya dah di bandara tapi dari tadi ga nongol2"kata mastori.
pas asar baru nongol tu supir, hmmmmmmmm lega juga dikit.
di jalan temn2 yang pada udik (ana juga se, he he he) semua plank toko, reklame, plaza pun di baca, keras2 pula tu, ada yang sok tau pula tu (padahal baru kali ini ke jakarta)he he he he,
jam 5.30 akhirny sampe di bekasi, di asrama haji di situlah kami nginap bersama mahasiswa laen dari seluruh nusantara, ba'da solat isya kami pun pada "ngukur kasur" sebab penat betul lah, daghi pagi sampai potang bejalan. yah sekarng harus istirahat tuk persiapan KMII di senayan.


Selengkapnya...

BERLIN (Arrahmah.com) - Kanselir Jerman, Angela Merkel mengkritik raksasa internet Google terkait niatnya membangun perpustakaan digital raksasa. Merkel menilai, internet tidak seharusnya bebas dari hukum hak cipta.

Merkel meminta adanya kerja sama internasional untuk melindungi hak cipta dan menandaskan bahwa pemerintah Jerman melawan niat Google mendigitalisasi buku-buku perpustakaan.


"Pemerintah Jerman punya posisi yang jelas, hak cipta harus dilindungi di internet. Itulah sebabnya kami menolak scanning buku tanpa perlindungan hak cipta seperti yang dilakukan Gooogle," ucap Merkel yang dilansir Reuters, Minggu (11/10).

Google sendiri saat ini telah mendigitalisasi 10 juta buku. Merkel yang akan membuka pameran buku terbesar di dunia yang berlangsung di Jerman, mengatakan diperlukan diskusi yang lebih menyeluruh mengenai aksi Google tersebut.

Rencana Google menciptakan perpustakaan digital raksasa memang dipuji sebagian kalangan karena memungkinkan akses buku makin luas pada publik. Namun kritik juga datang bahwa dalam hal ini, Google melanggar hak cipta sehingga berbagai tuntutan hukum dilakukan untuk melawannya. (dtk/arrahmah.com)

Selengkapnya...

Penulis: Syamsuddin Arif

Sejarah keilmuan Islam yang gemilang mencatat tiga corak pendekatan dalam memahami jiwa manusia. Pertama, pendekatan Qur’ani-Nabawi dimana jiwa manusia dipahami dengan merujuk pada keterangan kitab suci al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah saw. Perbincangannya berkisar sifat-sifat universal manusia (syahwat kepada lawan jenis, properti, uang, fasilitas mewah, takut mati, takut kelaparan, pongah, pelit, korup, gelisah, mudah frustrasi), sebab maupun akibatnya (lupa kepada Allah, kurang berzikir, ikut petunjuk syaitan, tenggelam dalam hawa nafsu, hidup merana dan mati menyesal, di akhirat masuk neraka), dan beberapa karakter jiwa (nafs): yang selalu menyuruh berbuat jahat (ammarah bis-su’), yang senantiasa mengecam (al-lawwamah) dan yang tenang damai (al-mutma’innah). Perspektif ini diwakili oleh tokoh-tokoh semisal Ibn Qayyim al-Jawziyyah (w. 1350). Dalam kitabnya ar-Ruh, misalnya, diterangkan bagaimana ruh menjalar di tubuh manusia yang memungkinkannya bergerak, merasa, dan berkehendak. Ruh orang mati itu wujud dan merasakan siksa di alam kubur sekalipun jasadnya hancur.

Kedua, pendekatan Falsafi dimana pelbagai masalah jiwa dibahas menurut pandangan para filsuf Yunani kuno. Mazhab falsafi ini mulai berkembang pada abad ke-10 Masehi, menyusul penerjemahan karya-karya ilmuwan Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Para psikolog Muslim pada masa itu banyak dipengaruhi oleh teori-teori jiwa Plato dan Aristoteles. Tak mengherankan, sebab Aristoteles mengupas aneka persoalan jiwa manusia dengan sangat logis dan terperinci. Teori-teorinya tertuang dalam bukunya De Anima (tentang hakikat jiwa dan aneka ragam kekuatannya) dan Parva Naturalia (risalah-risalah pendek mengenai persepsi inderawi dan hubungannya dengan jiwa, daya hapal dan ingatan, hakikat tidur dan mimpi, firasat dan ramalan). Adapun Plato ialah filsuf yang pertama kali melontarkan teori tiga aspek jiwa manusia: rasional (berdaya pikir), animal (hewani), dan vegetatif (berdaya tumbuh).

Hampir semua filsuf Muslim yang menulis karya tentang jiwa bertolak dari pandangan Aristoteles. Mulai dari Miskawayh yang menulis kitab Tahdzib al-Akhlaq dan Abu Bakr ar-Razi pengarang kitab at-Thibb ar-Ruhani hingga Ibnu Rusyd dan Abu Barakat al-Baghdadi. Menurut mereka, jiwa manusia adalah penyebab kehidupan. Tanpa jiwa, manusia tak berarti apa-apa. Kecuali ar-Razi, semua filsuf percaya bahwa jiwa manusia itu tunggal dan sendiri. Karenanya mereka menolak teori transmigrasi jiwa dari satu tubuh ke tubuh yang lain, seperti dalam kepercayaan agama tertentu. Dalam salah satu kitabnya, Ibnu Sina menegaskan pentingnya penyucian jiwa dengan ibadah seperti shalat dan puasa. Sebab, menurutnya, jiwa yang bersih akan mampu menangkap sinyal-sinyal dari alam ghaib yang dipancarkan melalui Akal Suci (al-‘aql al-qudsi). Kemampuan semacam inilah yang dimiliki oleh para nabi, tambahnya. Jiwa para nabi itu begitu bersih dan kuat sehingga mereka mampu menerima intuisi, ilham dan wahyu ilahi (Lihat: kitab an-Nafs, ed. Fazlur Rahman, hlm 248-50 dan Avicenna’s Psychology, hlm 36-7).

Ketiga ialah pendekatan Sufistik dimana penjelasan tentang jiwa manusia didasarkan pada pengalaman spiritual ahli-ahli tasawuf. Dibandingkan dengan psikologi para filsuf yang terkesan sangat teoritis, apa yang ditawarkan para sufi lebih praktis dan eksperimental. Termasuk dalam aliran ini kitab ar-Riyadhah wa Adab an-Nafs karya al-Hakim at-Tirmidzi (w. 898) dimana beliau terangkan kiat-kiat mendisiplinkan diri dan membentuk kepribadian luhur. Menurut Abu Thalib al-Makki (w. 996), jiwa manusia sebagaimana tubuhnya membutuhkan makanan yang baik, bersih, dan bergizi. Jiwa yang tidak cukup makan pasti lemah dan mudah sakit. Semua itu diterangkan beliau dalam kitab Qut al-Qulub (‘nutrisi hati’).

Tokoh penting lainnya ialah Imam al-Ghazali (w. 1111 M) yang menguraikan dengan sangat memukau aneka penyakit jiwa dan metode penyembuhannya. Penyakit yang diderita manusia ada dua jenis, ujarnya, fisik dan psikis. Kebanyakan kita sangat memperhatikan kesehatan tubuh tetapi jarang peduli dengan kesehatan jiwa. Bagaimana cara mengobati penyakit-penyakit jiwa seperti egoisme, serakah, phobia, iri hati, depresi, waswas, dsb beliau jelaskan dalam kitabnya yang berjudul Ihya’ ‘Ulumiddin. (Lihat juga: Amber Haque, “Psychology from Islamic Perspective: Contributions of Early Muslim Scholars and Challenges to Contemporary Muslim Psychologists,” Journal of Religion and Health 43/4 [2004], hlm 357-77).
Di abad modern, upaya-upaya untuk menyelami lautan ilmu psikologi Islam dan “menjual mutiara-mutiara”nya brilian masih terkendala oleh beberapa hal. Selain sikap prejudice terhadap khazanah intelektual Islam di satu sisi, dan sikap fanatik terhadap psikologi Barat modern yang nota bene sekular-materialistik di sisi lain, penguasaan bahasa Arab merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) untuk bisa menjelajahi literatur psikologi Islam yang sangat kaya namun belum terjamah itu. Psikolog muslim tinggal memilih mau terus-terusan merujuk Freud, Skinner, Maslow, Ellis, dsb atau belajar dari para ahli psikologi Islam. [insist]


Selengkapnya...

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya. “Ibu, mengapa ibu menangis?”. Ibunya menjawab, “Sebab Ibu adalah seorang wanita, Nak”. “Aku tak mengerti” kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. “Nak, kaum memang tak akan pernah mengerti….”
Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. “Ayah, mengapa ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?” sang ayah menjawab, “semua wanita menangis tanpa ada alasan”. Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya. Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.
Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepda Tuhan. “Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?”
Dalam mimpinya Tuhan menjawab,
“saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya sangat utama.
Ku-ciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.
Ku-berikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima cerca dari anaknya.
Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.
Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih saying, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya.
Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.
Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak?
Kuberikan padanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi.
Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaanya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki waninita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan”.
Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup, karena di kakinyalah kita menemukan surga
Selengkapnya...